Beranjak dari ruang benderang, lalui waktu tanpa batas, meski bersekat...
Merobohkan tanpa menjatuhkan...
Memuliakan tanpa memuji...
Showing posts with label Hijau. Show all posts
Showing posts with label Hijau. Show all posts

23 August 2020

Pandemi Berakhir, Begitulah Harapan Masyarakat Dunia

 

Pandemi berakhir. Masyarakat bergeliat lagi. Ekonomi tumbuh kembali. Harapan akan ada lagi, dan lagi.

Virus enyahlah. Engkau banyak merugikan. Mendatangkan korban. Membuat dunia mati suri.

Untuk sejenak saja! Sejenak dan tidak berkepanjangan. Karena tidak ada pandemi yang hadir bertahun-tahun. 

Manusia sedang diuji. Hitam dan putih dunia modern. Tidak ada yang abadi.

Pandemi ini seolah mengabarkan betapa pentingnya menjaga alam, kelestarian, dan berbagi dengan makhluk lainnya.

Jangan sampai Tuhan murka lagi. Mari berbagi, berbahagia, dan senyuman untuk dunia yang lebih baik.

12 July 2014

Tatap Tanpa Mata

Anugerah mata
Tabur syukur
Terapi jiwa
Mata hati

Enggan dengan riuh geliat kalian
Tidak bosankan semua rotasi
Perputaran tanpa sumbu
Pusat menepi lalu menghilang


30 August 2013

Deras Harmoni Hidup

Begitu harmoni tiba
Datanglah dengan senyum
Bingkai sejuta kisah

Alunan deras melintang
Jejak terukir kembali
Aku tetap seperti sediakala

Kopyah berjejar
Riang dalam sains

Koyah berbaris
Menunggu masa, menanti jaya

Ketika datang senja
Waktu telah tiba
Dimensi cahaya-Mu

Aku sebatang
Bukan seikat
Aku titipkan
Derai bahagia untuk mereka

17 March 2009

Roh IBiS

Roh IBis terus saja menapaki wajah penuh tanya, tatkala bertarung hanya lelah yang didapat, dan ketika diam hanya menjadi sebuah harapan tanpa langkah.

Dunia pendidikan memang aneh, tapi keanehan itu yang buat aku merasa tertantang akan hal baru, wajah penuh tanya, kreatifitas yang responsibility, serta harapan yang nan jauh pada jiwa muda dengan masa depan panjang.

Nongkrong santai si warung kopi bersama mahasiswa, seakan meluluhlantahkan setiap kepenatan yang selama ini berada pada wilayah pendidikan. Kopi sebagai filosofi peradaban bagi para petarung kehidupan, tanpa kenal kantuk, tanpa rasa lelah, terus saja cafein mengalir disetiap sendi para pemikir muda.

Lingkungan kan tiba berwarna kelam, hijau telah habis... maaf kawan aktifis lingkungan, selamat berjuang.

17 February 2009

PUASA SAJA

Jerih payah sang penghibur
Naik di kesenjangan zaman
Melantunkan nada kepedihan

Bukan saatnya menyerah
Bukan waktunya lari
Tapi hanya puasa

Sesampainya ujung rona pelangi
Dalam kesejukan surgawi
Surga sang petualang alam semesta

23 August 2008

“ Menyerang atau diserang”, kera di Jawa Tengah

“Menyerang kera berarti harus siap diserang, membunuh kera berarti harus siap terbunuh”

Mungkin kata-kata di atas adalah gambaran monyet ekor panjang di Jawa Tengah. Masyarakat kita biasa menyebut monyet ekor panjang dengan kata “kera”, atau dalam bahasa ilmiah disebut Macaca fascicularis.

Di beberapa daerah di Jawa Tengah, kera tengah menyerang tanaman pertanian masyarakat. Penyerangan yang di lakukan oleh kera ini, banyak di akibatkan karena semakin berkuangnya habitat atau tempat tinggal kera.

“Kera disini semakin ganas” ujar salah satu petani sepakung kabupaten semarang, yang daerahnya terjadi penyerangan kera. Setelah penangkapan kera besar-besaran di daerah tersebut, kera bukannya takut atau berhenti menyerang dan merusak tanaman petani, akan tetapi membuat kera tersebut menyerang semakin ganas dan membabi buta.

Semula petani mengharapkan dilakukan penangkapan kera, dengan harapan kera tidak merusak tanaman petani. Namun yang terjadi justru malah sebaliknya, petani semakin rugi, karena petani harus lebih berjaga dari penyerangan kera.

Ini adalah bukti bahwa penangkapan, perburuan atau bahkan pembunuhan terhadap makhluk Tuhan secara berlebihan, tidak akan menyelesaikan masalah. Berbagi ruang alam, berbagi makanan dengan makhluk lain merupakan nilai-nilai luhur yang patut untuk kita pertahankan.Faz

28 July 2008

Kera Hijau dan Demam Berdarah Marburg

Tahun 1967, Tujuh dari 31 orang di Jerman dan Yugoslavia yang terserang demam berdarah, akhirnya meninggal dunia. Demam berdarah marburg, penyakit yang muncul pertama kali di kota Jerman yang bernama Marburg.

Penyakit demam berdarah marburg ini, awalnya menyerang dokter hewan dan teknisi laboratorium yang sedang menyiapkan biakan sel dari kera hijau Afrika (Cercopithecus aethiops). Sebanyak 25 orang yang bekerja di laboratorium tersebut, menderita sakit dengan gejala demam berdarah.

Sesudah temuan di Jerman dan Yugoslavia, penyakit marburg baru di temukan di Afrika, yakni di Johanesburg (1975), Uganda (1980), Kongo (1999), dan 56 meninggal dunia akibat dari penyakit marburg.

Kera hijau yang di peroleh dari Uganda- Afrika, di gunakan oleh peneliti untuk memproduksi vaksin polio manusia. Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".

Vaksin diciptakan karena adanya sebuah penyakit yang menjalar di masyarakat. Seperti diketahui, tahun 1971-1987 Uganda mengalami kerusakan hutan hampir 50% dari luasan wilayahnya, Hal ini tentu berdampak pada hilangnya habitat dari satwa. Hutan rimba memiliki jenis satwa yang membawa virus, tanpa satwa tersebut menunjukkan gejala penyakit.

Hal ini mengingatkan pada negara Indonesia yang kehilangan hutan, periode 1990 hingga 2001 laju deforestasi (penebangan hutan) mencapai dua juta hektare per tahun. Satwa yang seharusnya berada di hutan, kini harus rela berada di kandang-kandang besi, ada yang untuk kesenangan atau hobi, atau juga untuk penelitian biomedis.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sekarang digunakan untuk penelitian biomedis, penelitian yang di lakukan dalam usaha menciptakan vaksin. Monyet ekor panjang banyak di gunakan oleh peneliti, biasanya di tangkap dari hutan atau berasal dari tempat penangkaran. Selain jenis satwa ini belum dilindungi, satwa ini juga mudah untuk memperolehnya, dan entah apa yang akan di bawa virus pada monyet ekor panjang, seperti kera hijau yang membawa penyakit demam berdarah marburg.

Tentunya kita semua tidak mengiginkan virus yang seharusnya berada di hutan, telah berada di samping kita semua, dan Seharusnya bangsa ini banyak belajar dari sejarah...
(fauzi)

22 July 2008

Lelah

Tuangkan api kemarahanmu dalam-dalam
Sampai tertumpah dan menjalar kemana-mana
Petani, sopir angkot dan rakyat kecil hanya bisa membisu
Tatkala penguasa, kaum intelektual dan pengusaha merajai negeri

Penindasan yang mengatasnamakan ilmu pengetahuan
Pemerkosaan yang mengatasnamakan kebijakan
pembohongan yang mengatasnamakan keamanan
....ha....ha....ha...

Kami sudah lelah Tuhan...
Kami tak kuasa melihat ketidakadilan hamba- hambamu
Berilah hukum alam
Hukum yang Tuhan ciptakan sejak dulu kala

(fauzi)

15 July 2008

KAWANAN LUTUNG JAWA DI HUTAN RAYA R. SOERJO- CANGAR- MALANG


Kami Melompat di antara ranting batang- batang pohon nan hijau, bermain dengan kawan-kawan dan melakukan sebuah bentuk ekspresi kebebasan hidup di alam. Kami tidak perlu karantina, kami tidak perlu direhabilitasi, kami tidak perlu diperjuangkan, karena kami sudah bebas merdeka di rumah kami, tempat kami tinggal bersama keluarga kami, Cangar – Malang.

Ketika kami menanyakan keberadaan monyet yang ada di TaHuRa- Cangar,dua penjaga dari kehutanan yang kami datangi waktu berkunjung ke tempat itu mengatakan bahwa,” disini masih banyak perburuan terhadap monyet, biasanya menggunakan senapan”.

Lutung jawa (Trachiphitecus auratus) merupakan satwa yang di lindungi undang-undang, akan tetapi perburuan masih saja terjadi, ditambah lagi dengan perdagangan terhadap satwa yang di lindungi ini, hal ini akan menyebabkan semakin tingginya kepunahan terhadap satwa endemik pulau jawa.

Hal ini juga diperparah dengan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap peran dan fungsi satwa jenis primata di alam. Peran yang sedemikian besar lutung jawa yang merupakan bagian dari satu-kesatuan ekosistem di alam, tidak pernah di sadari oleh berbagai kalangan tertentu untuk mempertahankan kelestarian satwa ini.

Elemen-elemen LSM yang terkesan bergerak sendiri-sendiri, perguruan tinggi yang tidak pernah maksimal dalam sosialisasi ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, dan pemerintah yang setengah hati dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga satwa ini. Hal tersebut akan berdampak fatal bagi keberadaan ekosistem kita, ekosistem yang selama ini telah memberikan kehidupan kepada kita. (fauzi)

03 July 2008

HANCURNYA HUTAN DI JAWA

Saat ini negara Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang masih tersisa. Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan di Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya penyusutan dan kerusakan hutan tropis secara besar-besaran.

Kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, dan kerusakan ini bertambah angkanya pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kerusakan hutan yang tertinggi di dunia.

Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan yang ada di Indonesia telah di rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan.

Di Jawa, pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18 hutan alam yang ada, diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Namun pada akhir tahun 1980-an, luas penutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau sekitar 7 persen dari luas total pulau Jawa.

Kerusakan hutan yang terjadi di Jawa paling parah adalah ketika tahun 1997-1998, pembabatan hutan terjadi dimana-mana. Pembabatan hutan yang terjadi banyak di lakukan oleh oknum masyarakat maupun pemerintah. Pohon yang berumur ratusan tahun telah habis dalam waktu beberapa menit saja.

Kini bencana mulai di rasakan oleh masyarakat yang ada di Jawa, mulai dari banjir bandang, angin topan, punahnya beberapa spesies, defisit air, kekurangan makanan dan entah bencana apa lagi yang akan datang. Kerusakan ini secara tidak langsung telah berdampak pada perubahan tatatan sosial, ekologi, ekonomi maupun politik.

Solusi telah banyak dilakukan oleh beberapa pihak seperti pemerintah, lsm-lsm, kaum intelektual, maupun dari masyarakat. Pemecahan masalah hutan ini biasanya di lakukan dengan berbagai macam metode, misalnya seminar, workshop, tanam seribu pohon, tanam satu pohon tiap orang, ataupun solusi-solusi yang lain.

Metode apapun yang dilakukan oleh beberapa pihak akan terasa sulit di terima, jika kita masih belum bisa menghargai oksigen yang keluar dari sudut hijau pohon sekitar kita. Apakah kita masih suka menunggu bencana dulu, baru mau berbuat. Dan masihkah mau menebang pohon yang telah berjasa banyak pada tubuh kita.(fauzi)

01 July 2008

MONYET EKOR PANJANG BUKAN HAMA, Part 2

Permasalahan yang berlarut-larut dalam penanganan monyet ekor panjang akan menambah rentetan daftar kepunahan spesies yang ada di Indonesia, di tambah lagi dengan banyaknya oknum dalam penanganan monyet ekor panjang.

Dalam upaya penangkapan atau pemberantasan monyet ekor panjang, lagi-lagi oknum menggunakan dalih hama, sebagai alasan utama. “monyet ekor panjang bukan hama, monyet ekor panjang merusak karena habitatnya di rusak” ujar Nur Wakidah, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

Menurut Agustinus Suyanto,“saat ini Belum diketahui jumlah keseluruhan monyet ekor panjang di Indonesia, jumlahnya hanya diketahui pada beberapa lokasi saja”. Dengan tidak di ketahuinya jumlah populasi secara keseluruhan, maka akan semakin bebas oknum-oknum tertentu dalam mengeksploitasi monyet ekor panjang di alam.

Saat ini monyet ekor panjang yang mempunyai status sebagai hama, harus rela untuk di tangkap, di perdagangkan, ataupun di jadikan bahan percobaan medis. Sedangkan, “studi tentang monyet yang dikatakan hama, hanya dilakukan ketika suatu wilayah terjadi konflik dengan monyet” kata Suyanto yang kini menjadi Manajer Koleksi Mamalia Bidang Zoologi Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI di Cibinong, Bogor.

Status monyet ekor panjang yang bersifat hama, akan membuat perusahaan-perusahaan penangkaran berlomba dalam menangkap spesies ini, untuk di kirimkan keluar negeri sebagai bahan makanan ataupun kepentingan medis.

Dirjen PHKA Dephut menyatakan, “Konservasi keanekaragaman hayati bertolak pada pengelolaan konservasi di tiga level keanekaragaman hayati yaitu: Level ekosistem, level jenis dan level genetik secara terintegrasi dan komprehensif.”

Pada tingkat level jenis, konservasi dalam jangka panjang bertujuan untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis. kerusakan habitat dan pemanfaatan (termasuk perdagangan) yang tidak terkendali, adalah musuh yang nyata bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Diperlukan upaya serius dalam penanganan monyet ekor panjang, seperti keseriusan pemerintah dalam membatasi kuota penangkapan monyet ekor panjang, melakukan pengecekan dokumen perusahaan-perusahaan penangkaran, melakukan penghitungan jumlah populasi monyet ekor panjang di Indonesia, dan mengatakan kepada publik bahwa Monyet ekor panjang bukan hama. (fauzi)

26 June 2008

Alumni LP2B Bikin Komunitas

LP2B yang makin lama, entah kemana...
Angkatan lama masing-masing berpetualang di dunianya masing-masing...
ada yang jadi guru, ada yang jadi dosen, ada yang pengangguran, ada yang kuliah di S2, ada yang keluar negeri, ada yang jadi PNS, ada yang pengusaha, ada yang di LSM dan ada yang ga tau entah dimana...
kini mereka bersatu lagi... berkumpul dalam komunitas yang baru...
mau tau info berikutnya... tunggu tanggal maennya... salam.(fauzi)

17 June 2008

SIMBIOSIS MUTUALISME MASYARAKAT DAN MONYET EKOR PANJANG DI SEKITAR CANDI MENDIT - MALANG

Monyet ekor panjang merupakan salah satu spesies dari jenis primata, spesies ini kini terancam keberadaan karena habitatnya yang kian lama semakin menyempit.

Perubahan peradaban yang tidak di barengi dengan kearifan dalam melestarikan dan menjaganya, akan berdampak pada ketimpangan sebuah tatanan lingkungan yang telah di ciptakan.

Demikian juga dengan perlakuan manusia terhadap monyet ekor panjang yang semakin parah, dengan bentuk-bentuk perlakuan semisal: memberantas monyet ekor panjang dengan dalih sebagai hama; sebagai bahan percobaan medis; perdagangan dengan eksploitasi yang berlebihan dari alam, dan hanya sebagai alat pemuas masyarakat pecinta primata, ataupun bentuk-bentuk yang keluar dari kearifan dalam memperlakukan satwa ataupun alam semesta.

Keselarasan yang terdapat di Candi Mendit Malang antara manusia dengan monyet ekor panjang, merupakan salah satu contoh kearifan dari kehidupan manusia dan satwa di tengah perumunan masyarakat yang kering akan hutan.

“ Monyet ekor panjang sudah lama berada di tempat ini,” ujar pak Cepu, salah satu penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di sekitar Candi. Hubungan antara manusia dan monyet ini sudah terjaga sekian lama di tempat ini, bahkan sampai sekarang. Karena hubungan yang saling menguntungkan di antara keduanya.

Monyet di sekitar Candi Mendit di biarkan hidup secara liar, Monyet hidup bebas tanpa di kurung atau di ikat oleh rantai-rantai besi, selayaknya monyet ekor panjang yang hidup di alam. Memang dalam sejarah Candi Mendit, monyet ekor panjang sudah sejak lama hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar, sehingga kelestariannya terjaga dan mampu memberikan keuntungan bagi masyarakat.

Pertambahan penduduk yang ada di tempat ini, tidak mengurangi rasa keseimbangan dan keselarasan hidup dalam memperlakukan monyet ekor panjang. Kehidupan yang di dasari oleh nilai-nilai berbagi ruang alam, akan menjadikan sebuah keseimbangan ekosistem, yang berdampak pada tatanan peradaban yang berkeadilan bagi masyarakat dan alam semesta.(fauzi)

09 June 2008

DAMPAK ISSU GLOBAL WARMING BAGI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN


Global warming atau pemanasan global kini merupakan issu sentral bagi dunia. Seiring dengan issu pemanasan global tersebut. Pemanasan global yang di akibatkan adanya perubahan iklim, dan perubahahan tersebut telah menghasilkan dampak bencana di mana-mana.

Jika di telisik lebih jauh, apa manfaat issu global warming bagi masyarakat sekitar hutan?. Masyarakat sekitar hutan yang notabene adalah masyarakat yang mendiami daerah sekitar hutan selama bertahun-tahun. Masyarakat yang penuh kesederhanaan, dalam menerapkan nilai-nilai dalam memperlakukan hutan. Masyarakat yang tidak tahu - menahu, tentang apa itu global warming atau pemanasan global.

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mencederai skema dari proses kealamian sebuah hutan. Kemajuan IPTEK telah membius nusantara ke jurang kebinasahan, nusantara yang dahulunya penuh dengan kekayaan alam, seperti minyak, timah, emas, batubara, flora, fauna, dll. yang semuanya itu banyak kita dapati di dalam hutan. Kini hanya menjadi puing-puing bagian sejarah kelam kekayaan alam Indonesia.

Dinamika sebuah bangunan peradaban, dalam menghadapi realitas yang begitu kejam, terhadap perlakuan para penguasa kepada hutan dan masyarakat sekitar hutan, telah menjadikan bangsa ini miskin akan sumber daya alamnya, miskin karena yang menikmati kekayaan itu bukan masyarakat, akan tetapi yang menikmati kekayaan tersebut hanyalah kaum penguasa.

Issu global warming hanyalah skema dari sebuah penindasan baru di masyarakat, banyak faktor, kenapa issu global warming adalah bentuk penindasan. Salah satunya adalah, banyak kaum profesional beramai-ramai menciptakan sistem pertanian yang ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, tanaman organik, buah organik, sampai pasar organik yang ramah lingkungan. Hegemoni pasar organik yang merasakan hanyalah kaum berduit, karena sistem pertanian yang di kelolah secara organik haganyanya sangat mahal.

Masyarakat sekitar hutan sampai sekarang mempertanyakan, apakah tujuan dari issu global warming yang sering di bicarakan para pemegang kebijakan, para akademisi, para intelktual? Karena masyarakat sekitar hutan tidak butuh bahasa keren seperti “global warming”, masyarakat sekitar hutan hanya butuh satu, yaitu: hutan, sumber kehidupan kami dan anak cucu kami.(fauzi)

02 June 2008

SEBUAH REFLEKSI DARI TEPI HUTAN

Tatkala keping-keping kaca di depan gedung DPR penuh sesak oleh keringat pendemo, terbesit dalam otak kiri, seperti manusia yang haus akan dinamika kebebasan. Tuntutan menjadi-jadi, kaum berdasi malah berpelesir ke negeri Jiran. Entah sampai kapan reruntuhan ini akan berlangsung.

Kicauan burung tak lagi mampu bersua lagi, kala tepi hutan yang kering-merontang. Hanya teriakan pendemo saja tiap hari, dengan ocehan para pejabat. Mereka lupa akan sisi lain dari hijau, hijau yang dahulu kala dijadikan simbol perjuangan bagi pernafasan paru-paru dunia.

Tepi hutan hanyalah tepi bagi para pemujanya. Karena tepi hutan, kini telah merajai hutan hijau. Pembalakan liar, pengeboran, tambang, penggunaan lahan baru yang berlebihan sampai dengan kelapa sawit, menjadi hiasan media masa. Para cukong tertawa terbahak bahak, kaum intelektual hanya berteriak, terus kemanakah darah juang mereka untuk rakyat.

Sampai tiba saatnya, Stunami menjadi hantu bagi nusantara. Jika semua elemen bangsa tidak pernah mencoba untuk berbagi ruang alam, sehingga hutan bisa menyelamatkan kita. (fauzi)

Lingkungan dan Kemiskinan Sebagai Akibat Dari Global Warming

Bagaimana Terjadinya Pemanasan Global

Gelombang cahaya matahari memanaskan bumi. Cahaya matahari ini harus melalui lapisan atmosfer yang menyelubungi dan melindungi bumi. Cahaya ini kemudian diserap oleh benda-benda yang ada di bumi. Sisanya dipantulkan kembali ke ruang angkasa melalui radiasi.

Atmosfer yang menyelimuti bumi terdiri atas campuran berbagai gas. Beberapa jenis gas seperti Karbondioksida, Dinitroksida, dan Metana menahan panas matahari yang masuk dan mencegahnya kembali ke angkasa. Hal ini yang menyebabkan permukaan bumi tetap hangat sehingga bisa ditinggali makhluk hidup. Gas-gas tadi dinamakan Gas Rumah Kaca (GRK) karena efeknya mirip panel yang berfungsi menahan panas supaya rumah kaca tetap hangat.

Tetapi jika GRK terlalu banyak, panas matahari yang terperangkap di bumi terlalu banyak sehingga suhu bumi meningkat. Dari tahun ke tahun jumlah GRK semakin banyak karena polusi yang disebabkan manusia. Hal ini menyebabkan bumi semakin panas. Diantara semua gas tadi, Karbondioksida adalah GRK utama. Jumlahnya sekitar 80% dari keseluruhan GRK.

Ada banyak hal yang menimbulkan GRK. Karbondioksida muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, gas, dan minyak. Penebangan hutan juga menyumbang tingginya karbondioksida di atmosfer. Saat pohon ditebang, ia melepaskan karbondioksida karena pohon berfungsi menyerap karbon. Pertanian juga ikut menyumbang GRK. Lahan pertanian yang dipupuk dengan pupuk bernitrogen akan menghasilkan Dinitroksida.

Perubahan Iklim Akibat Pemanasan Global

Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim. Meningkatnya suhu bumi iklim yang tidak menentu (perubahan suhu, curah hujan, musim) dan perubahan cuaca secara ekstrim. Seperti hujan turun sangat deras sehingga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di tempat lain terjadi kekeringan dan kemarau panjang. Perubahan iklim juga menyebabkan serangan gelombang panas, topan, badai, dan kekeringan. Bencana membawa kerusakan, kerugian, bahkar korban. Perubahan iklim kadang bisa menyebabkan tumbuhan atau makhluk hidup yang tidak mudah beradaptasi Termasuk didalamnya gagal panen akibat hujan yang turun terlalu banyak atau kekeringan panjang. Selain perubahan iklim juga mengakibatkan perubahan musim tanam – meningkatnya permukaan air laut akan meningkatkan biaya perolehan air bersih karena intrusi air laut.

Hal-hal yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi GRK

Salah satu cara untuk mengurangi karbondioksida adalah dengan menanam pohon. Setiap pohon hidup menyerap karbondioksida sehingga mengurangi jumlah polusi karbondioksida. Dengan menanam pohon pula, udara di sekitar pohon tadi semakin sejuk karena pohon mengeluarkan oksigen dalam proses fotosintesisnya.

Pertanian organik juga bisa mengurangi karbondioksida di bumi. Pestisida kimia yang dipakai untuk membunuh hama tanaman juga membunuh mikroorganisme di tanah. Beberapa mikroorganisme ini berfungsi mengikat karbondioksida dalam tanah. Jika ia mati, karbondioksida akan dilepaskan ke udara. Selain itu, tanah tidak lagi subur secara alami sehingga membutuhkan lebih banyak pupuk.

“Pada Akhirnya Yang Terpinggirpun Harus Bersiap-Siap Menghadapi Dampaknya”

Proses tak berkelanjutan dari pembangunan terus-menerus memaksa sumber daya alam, sementara pola produksi dan konsumsi yang tak dapat dilanjutkan, khususnya di negara maju, mengancam kerapuhan lingkungan alam dan memperparah kemiskinan di lain tempat. Dengan meletakkan fokus utama pada kemiskinan terkandung asumsi bahwa kemiskinan adalah masalahnya seperti menyepakati bahwa dengan peralihan kemiskinan menuju kekayaan, pembangunan berkelanjutan akan tercapai. Benarkah? Kita harus sangat berhati-hati dalam memandang kemiskinan sebagai penyebab dari pembangunan tidak-berkelanjutan, karena justru yang kayalah yang memiliki tingkatan produksi dan konsumsi tak berkelanjutan yang lebih tinggi. Mereka mampu membuat pilihan-pilihan, sementara kaum miskin - yang terperangkap dalam lingkaran perampasan dan kerapuhan, tidak mungkin melakukannya. Walaupun yang kaya mampu menggunakan pola pembangunan berkelanjutan, mereka seringkali enggan melakukannya, sementara kaum miskin hanya punya sedikit pilihan selain menggunakan apa yang ada di lingkungan sekitar mereka.

Orang miskin rentan terhadap perubahan iklim, karena secara langsung maupun tidak langsung mereka yang miskin (akibat ketidakberdayaan, keterkucilan, kemiskinan materi, dan kerentanan) bergantung pada ekosistem untuk pendapatannya (bertanam, mengumpulkan, beternak, mencari ikan). Ekosistem yang buruk akan menambah beban pengeluaran mereka (di perkotaan pada daerah kumuh rentan penyakit, dan terpapar pencemaran udara/air). Ninil R M & Lutfia

01 June 2008

MONYET EKOR PANJANG BUKAN HAMA


Di berbagai lokasi, seperti daerah perkebunan dan pertanian, yang notabene berdekatan dengan daerah hutan, satwa ini bisa menimbulkan kerugian yang berarti (Nijman, 2005), dan seringkali di katakan bahwa monyet ekor panjang adalah Hama.

Apa sih hama? Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan, terutama karena menyebabkan kerusakan pada pertanian karena memakan tumbuhan dan menjadi parasit pada ternak, misalnya lalat buah pada jeruk atau wereng coklat pada padi. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menyebarkan kuman ke dalam habitat manusia. Contohnya antara lain organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria (http://id.wikipedia.org/wiki/Hama).

Sudah jelas di sebutkan di atas, bahwa suatu hewan dapat di sebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami, sedangkan monyet ekor panjang tidak pernah merusak ekosistem alami. Dalam fungsinya, monyet ekor panjang sangat berperan besar bagi pertumbuhan ekosistem alami, karena monyet ekor panjang banyak memakan buah-buahan dan biji, sehingga mereka berperan penting dalam penyebaran biji-bijian di hutan.

Dengan status monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (Apendiks II CITES), dan belum di lindunginya dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia, di tambah lagi dengan di berantas, karena katakan hama. hal ini, akan menambah deretan panjang angka kepunahan satwa di Indonesia jika terus berlanjut.
Monyet ekor panjang harus menerima nasib tragis dengan cara di berantas atau di musnakan jika di katakan hama, Padahal prinsip dari penanganan hama adalah di kendalikan bukan di musnahkan, di kendalikan baik itu secara teknologi maupun biologi.

Sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup monyet ekor panjang, jika kita masih menyebutnya dengan hama, dan sebenarnya yang di katakan hama itu monyet ekor panjang sebagai penyebar biji-bijian alami ke hutan, atau para perusak hutan. (fauzi)